MANHAJ TALAQQI – BUYA YAHYA
Talaqqi adalah pengambilan ilmu dengan memperhatikan kedisiplinan, kesinambungan, keilmuan antara guru dengan murid. Hal yang semacam ini sangat berarti dalam irama menjaga dan mengkaji Ahlussunnah wal-Jamaah yang benar. Di sini bukan berarti seseorang tidak boleh memperluas ilmu dengan cara membaca, tetapi lebih menekankan agar seseorang mempunyai dasar-dasar aqidah yang benar yang diambil dari guru yang jelas terlebih dahulu, sebelum dia mengembara dengan akal pikirannya ke berbagai disiplin ilmu atau untuk menelaah pemikiran-pemikiran aqidah yang berbeda.
Pada dasarnya cara ini sudah mengakar dan membudaya di lingkungan pesantren-pesantren salaf yang diasuh oleh para ulama dengan metode sorogan atau memindah ilmu dengan membaca kitab secara kalimat per kalimat dari awal hingga akhir. Seperti yang sangat kita sering dengar dengan pengenalan kitab-kitab aqidah, seperti: Aqidatul Awam, Jauharatut Tauhid dan yang lainnya yang secara ilmiah terbukti itu adalah penjabaran dari aqidah Ahlusunnah wal-Jamaah. Nah, menjaga mata rantai dan kesinambungan keilmuan seperti ini adalah sangat penting. Dalam pengamatan kenyataan di zaman ini kita tidak menemukan kesesatan kecuali di saat seseorang tersebut meninggalkan buku-buku aqidah para pendahulunya dan cara yang dianut oleh pendahulunya dalam mengambil ilmu.
Ada 3 hal yang amat penting untuk kita cermati dalam masalah manhaj talaqqi terhadap kerusakan aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah.
Dari awal pendidikan agamanya memang tidak dikenalkan dengan aqidah yang benar melalui kitab-kitab yang benar dengan manhaj talaqqi. Dalam hal ini bisa dibuktikan bahwa jika ada pesantren atau lembaga pendidikan yang tidak berpegang kepada manhaj talaqqi sudah tidak ada lagi, maka yang terjadi adalah mudah tercemar oleh aqidah yang sesat.
Manhaj talaqqi masih diberlakukan, tapi itu hanya sekedar pembacaan rutin tanpa ditindaklanjuti kajian yang lebih dalam. Ini akan menjadikan seseorang akan mudah tercemar oleh aqidah-aqidah yang sesat karena di satu sisi mereka kurang mendalami aqidah yang mereka tekuni. Di sisi lain virus kesesatan bertebaran melalui media-media yang saat ini menjadi lebih dekat dengan masyarakat, seperti: televisi, radio dan buletin-buletin yang lebih mudah dibaca dan mudah dipahami seiring berkembangnya dunia tekhnologi. Sementara penyeru kesesatan pun sangat gigih dalam menyebarkan kesesatan.
Semangat ingin tahu kepada agama yang tinggi yang tidak dibarengi dengan bimbingan seorang guru dan hanya mengandalkan kemampuannya dalam membaca buku-buku yang ditemukannya di toko-toko buku atau yang dibaca melalui internet. Inilah salah satu penyebab aqidah kita semakin hari semakit keropos.
Kita bisa saksikan dengan para perusak aqidah telah dengan gigihnya membuat radio-radio, mencetak buku-buku murah dan gratis serta selebaran yang dibagi secara cuma-cuma.
Sebagai contoh, di kebanyakan kota kabupaten penyebar aqidah sesat itu berusaha untuk mempunyai radio karena mereka yakin dengan adanya radio mereka bisa mempengaruhi masyarakat luas yang sebenarnya di hati mereka ada kerinduan untuk mendalami ilmu agama. Dengan membuat stasiun radio ternyata tanpa kita sadari pengaruh mereka terhadap kesesatan sangatlah besar. Justru kita sebagai pembawa aqidah yang benar kita kurang berfikir maju untuk menguasai media informasi demi membendung arus penyesatan aqidah.
Hubungannya dengan manhaj talaqqi yang kami sebut adalah: Kita jangan memulai belajar aqidah kecuali dengan manhaj talaqqi. Kita harus berusaha agar media-media yang ada dan juga toko-toko buku bisa dipenuhi oleh orang-orang yang mempunyai aqidah yang benar dan menekuni manhaj talaqqi. Dan jangan membaca buku aqidah kecuali atas petunjuk guru yang mempunyai manhaj talaqqi. (Buya Yahya)