Malu dan Tidak Tahu Malu
Ketahuilah! malu adalah pokok segala keutamaan dan sumber segala adab. Maka, manusia wajib berakhlak dengan rasa malu sejak awal pertumbuhannya, agar dia terbiasa dengan akhlak mulia dan adab yang baik di kala dewasa. Dalam hadits disebutkan: “Rasa malu itu selalu membawa kebaikan”. “Rasa malu itu. sebagian dari iman”. Juga “Rasa malu adalah pengamalan agama seluruhnya”.
Adapun perbuatan keji atau keberandalan, maka ia merupakan pembuka pintu perbuatan yang rendah dan hina seluruhnya. Nabi saw. bersabda: “Apabila engkau tidak merasa malu, maka berbuatlah sekehendakmu.” Penyair berkata:
Jika engkau tak takut akibat di kemudian hari dan tidak merasa malu, maka lakukanlah segala yang engkau kehendaki
Demi Allah, tiada kebaikan dalam kehidupan di dunia bila lenyap rasa malu.
Manusia hidup dalam kebaikan, selama ia merasa malu sebagaimana batang yang terjaga, selama ada kulitnya.
Sayyidina Abu Bakar ra. sering mengucapkan bait berikut:
Sungguh, seakan-akan aku melihat orang yang tak malu dan tidak jujur, telanjang di tengah masyarakat.
Rasa malu itu terbagi menjadi tiga macam:
Pertama, terhadap Allah Ta’ala
Kedua, terhadap manusia,
Ketiga, terhadap diri sendiri.
Rasa malu terhadap Allah Ta’ala: Hal itu terwujud dengan mematuhi perintah-perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Nabi saw. bersabda: “Malulah terhadap Allah Azza wa Jalla dengan rasa malu yang sebenarnya.” Ada yang mengatakan: “Hai Rasulullah, bagaimana kami merasa malu kepada Allah dengan sebenarnya?” Beliau menjawab :
“Barangsiapa memelihara Kepala dan apa yang dikandungnya (akal), perut dan isinya (makanan), dan meninggalkan perhiasan kehidupan dunia serta mengingat mati dan kehancuran, maka ia pun telah merasa malu terhadap Allah Azza wa Jalla dengan sebenarnya.”
Rasa malu ini adalah buah dari kekuatan iman dan keyakinan. Oleh karena itu, disebutkan dalam hadits: “Sedikit rasa malu adalah kufur, sedang rasa malu adalah ikatan iman. Jika ikatan dari suatu benda terlepas, maka bercerai berai dan berantakanlah segala isinya.”
Rasa malu terhadap manusia : Hal itu terwujud apabila kamu menjaga pandangan dari suatu yang tidak halal dari mereka. Disebutkan dalam hadits: “Allah melaknat orang yang memandang (aurat orang lain) dan orang yang menyuruh melihatnya”.
Seorang bijak ditanya tentang orang fasik, dia menjawab : “Dia (orang fasik) adalah orang yang tidak menjaga pandangannya dari pintu-pintu manusia dan aurat mereka”. Hendaklah kamu menampilkan akhlak yang baik terhadap. mereka, tidak mengganggunya dengan akhlak yang buruk, dan tidak melakukan perbuatan maksiat atau kebiasaan buruk di hadapan mereka, juga tidak berbicara dengan perkataan yang tidak pantas didekatnya, lebih-lebih perkataan yang keji.
Rasulullah saw. bersabda : “Rasa malu itu termasuk pengamalan iman, sedang iman itu di surga. Perkataan yang keji itu termasuk kebejatan akhlak, dan kebejatan akhlak itu di neraka.”
Hendaklah kamu menampakkan penampilan yang bagus dalam semua urusan dan memelihara citra yang baik, agar tidak diceritakan perkara yang buruk tentang diri kamu.
Dalam hadits disebutkan : “Termasuk takwa kepada Allah ialah menghindari celaan orang.”
Rasa malu ini menjadikan kamu memiliki harga diri, kebenaran, keberanian, kemurahan hati, kebijakan dan kejujuran. Maka, kamu pun berjiwa mulia dan bercitra baik. Ia mencegah kamu dari perbuatan rendah, sifat pengecut, kikir, dusta, khianat dan kebodohan. Karena kamu merasa malu apabila orang-orang melihatmu memiliki sifat-sifat yang buruk tadi.
Imam Syafii ra. berkata : “Demi Allah, seandainya aku tahu bahwa minum air dingin itu bisa merusak harga diriku, niscaya aku tidak akan meminumnya sepanjang hidupku.”
Termasuk rasa malu terhadap manusia adalah : Apabila menghargai setiap orang yang memiliki keutamaan dan menghargai orang-orang yang patut dihargai menurut derajat mereka, misalnya, ayah, ibu, dan para guru serta orang-orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya dari kamu. Yakni harus berendah diri pada mereka.
Dalam Atsar (perkataan sahabat) disebutkan: “Berendah dirilah kepada orang-orang yang mengajari kamu.” “Ya Allah, jangan sampai aku mendapati zaman, dimana orang berilmu tidak diikuti dan orang yang tidak merasa malu terhadap orang yang bijak.” “Sesungguhnya yang mengetahui keutamaan bagi pemilik keutamaan, hanyalah orang yang mempunyai keutamaan.”
Rasa malu terhadap diri sendiri: Janganlah melakukan Suatu perbuatan di kala sendirian, apabila kamu merasa malu bila orang-orang mengetahuinya. Seorang beradab menga. takan: “Barangsiapa melakukan suatu perbuatan di kala sendirian (tidak merasa malu), sedangkan apabila ia melakukannya secara terang-terangan merasa malu, maka ia tidak menghargai dirinya.”
Seorang bijaksana berkata: “Hendaklah kamu lebih merasa malu terhadap dirimu dari pada orang lain.”
Penyair berkata :
“Perbuatanku yang tersembunyi seperti terang-terangan, dan inilah watakku,
Gelapnya malamku seperti terangnya siangku.”
Rasa malu ini menunjukkan isi hatimu yang baik dan merupakan pengetahuan akan derajat dirimu. Bilamana dalam dirimu berkumpul ketiga macam rasa malu diatas, maka lengkaplah padamu hal-hal yang menimbulkan kebaikan dan lenyaplah darimu hal-hal yang menimbulkan keburukan. Disamping itu, kamu pun memperoleh ridha Allah dan dicintai oleh orang banyak.
Janganlah kamu memiliki rasa malu yang tercela, yaitu rasa malu yang menjadikanmu merasa tercegah untuk melakukan kebaikan, membela kebenaran dan berkata benar serta mengingkari kemungkaran. Jangan sampai rasa malu itu menjadikan kamu seorang yang hina dan takut, malu dan pengecut. Orang yang memiliki rasa malu semacam ini tidak mendapat kebaikan. Sebagaimana kata Sayyidina Ali ra.: “Rasa takut itu menimbulkan kegagalan dan rasa malu (yang tidak wajar) tidak menghasilkan kebaikan.”