Mengenal Sebuah Identitas
Bicara soal aqidah yang benar sangat sulit jika disampaikan hanya dalam ceramah yang singkat atau dalam pertemuan sesaat. Tapi dengan menyadari dan memahami identitas diri kebenaran aqidahnya, bisa dengan sangat mudah dijaga dan dikontrol agar seseorang tidak terbawa marus dalam kelompok aqidah yang salah atau sesat. Kita saksikan amaliyah keseharian mulai dari tawasulan, tahlilan, membaca kitab Maulid secara bersamaan (Asyraqalan atau Marhabanan), sungguh itu semua adalah amaliyah yang benar dan telah menjadi ciri khas aqidah yang benar.
Kalau kita cermati para ulama terdahulu dalam urusan aqidah dan amaliyah, mereka lebih mementingkan isi daripada kulit. Hingga terkadang seorang Muslim awam Ahlussunnah wal-Jamaah dengan kualitas aqidahnya yang sudah benar, akan tetapi dia tidak mampu untuk menjelaskan Ahlussunnah wal-Jamaah dengan panjang dan lebar dengan pemaparan ilmiah. Padahal sebetulnya penjabaran makna aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah secara panjang lebar sudah dihadirkan dan disosialikan oleh ulama-ulama terdahulu dengan metode yang sangat sederhana.
Cara penjabaran dan pemaparan luas dan halus amatlah tepat pada masa di saat fitnah aqidah belum banyak tersebar. Akan tetapi di saat fitnah aqidah merebak dimana-mana dan pergeseran nilai aqidah mudah terjadi, kita harus bisa mencermati sebab–sebab umat ini termakan fitnah. Kita bisa saksikan di saat munculnya ahli fitnah yang tidak henti-hentinya merendahkan dan mencaci aqidah Ahlusunnah wal-Jamaah. Orang-orang awam pun diam, karena tidak tahu kalau mereka sendiri yang dicaci karena mereka tidak mengenal identitas mereka sendiri.
Maka dari itu, kami perlu mengenalkan sebuah identitas diri yang sebenarnya memang itu hanya berurusan dengan kulit dan bukan substansi aqidah. Akan tetapi sebagai langkah awal membentengi aqidah dalam kondisi mendesak dan darurat, pengenalan identitas diri saat ini amat diperlukan, terutama saat ini fitnah dan pemalsu-pemalsu aqidah begitu gencar.
Di samping itu, kenapa mengenal identitas diri ini penting adalah karena banyaknya orang yang memusuhi aqidah para ulama ahlusunnah. Ironisnya, kelompok ini pun dengan lantang meneriakan syiar dan slogan Ahlussunnah wal-Jamaah dan menamakan diri dengan Ahlussunnah wal- Jamaah. Oleh karena itu pengenalan identitas ini sangat penting untuk membedakan Ahlussunnah wal-Jamaah yang sesungguhnya dengan ahlussunnah wal-jama’ah yang palsu. Setelah itu, dalam pembahasan berikutnya, akan coba dijelaskan perbedaan antara Ahlussunnah wal-Jamaah yang palsu dan Ahlussunnah yang sesungguhnya dengan kajian ilmiah. Identitas yang kami maksud adalah:
- Islam
- Ahlussunnah wal-Jamaah
- Asy’ariyah atau Maturidiyah.
- Sufiyyah
- Pengikut salah satu 4 mazhab
Seseorang yang beraqidah yang benar adalah seorang Muslim, Sunni, Asy’ari, Sufi dan bermazhab. Artinya di zaman fitnah ini tidak cukup seseorang itu dikatakan aqidahnya benar jika dia hanya menyebut dirinya sebagai seorang muslim saja. Sebab, Islam sekarang bermacam-macam dan alangkah banyaknya Islam yang dipalsukan oleh musuh-musuh Allah.
Sebagai pembuktian bahwa aqidahnya benar, maka seorang Muslim harus melanjutkan ikrar bahwa dirinya adalah Muslim Ahlussunnah wal-Jamaah.
Itupun sejatinya belum cukup mengingat banyaknya pemalsu Ahlussunnah wal-Jamaah yang dilakukan oleh musuh-musuh Ahlusunnah wal Jamaah. Maka dari itu, harus dilanjutkan ikrar bahwa dirinya adalah pengikut Ahlussunnah wal-Jamaah Asy’ariyah.
Orang yang mengatakan dirinya sebagai Asy’ari atau pengikut Imam Abul Hasan Al-Asy’ari juga belum cukup, sebab ada sekelompok orang yang sepertinya mengagungkan Imam Abul Hasan Al-Asy’ari, ternyata mereka adalah musuh-musuh Abul Hasan Al-Asy’ari. Pengikut Imam Abul Hasan yang benar adalah mereka yang berani mengatakan dirinya pengikut para ahli Tasawuf (sufiyyah) di dalam ilmu mendekatkan diri kepada Allah. Maka seorang Asy’ari yang benar haruslah dia berkeinginan untuk menjadi seorang sufi dan mencintai ahli tasawuf.
Termasuk fitnah besar akhir-akhir ini dimunculkan adalah tuduhan sesat kepada ahli tasawuf. Memang kita akui ada segelintir orang yang menodai citra tasawuf. Itu tergolong orang yang sesat mengaku bertasawuf. Adapun tasawuf adalah ilmu untuk membersihkan hati dalam irama mencari ridha Allah.
Maka sangat sesat orang-orang yang memusuhi tasawuf biar pun dia mengaku Ahlusunnah dan biar pun juga mengakui Abul Hasan Al-Asy’ari.
Yang terakhir adalah identitas Ahlussunnah wal-Jamaah di dalam masalah fiqih mereka adalah orang-orang yang mengikuti kepada Imam Mazhab yang empat: Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad Bin Hanbal. Dalam bahasa fiqih, kita sering menyebut dengan istilah bertaqlid kepada salah satu dari imam 4 mazhab.
Identitas terakhir ini juga sangat perlu dihadirkan sebab pada zaman akhir ini telah muncul orang yang mengaku Ahlussunnah wal-Jamaah dengan kesombongannya mereka merendahkan dan membenci taqlid bahkan sampai mencaci-maki dan merendahkan para ulama yang bertaqlid. Bertaqlid adalah termasuk ciri aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah yang benar.
Maka orang sesat adalah orang yang mengaku Islam tetapi bukan Ahlussunah, membenci Asy’ariyah, membenci tasawuf, dan tidak mau bermazhab. Ini adalah cara pintas untuk mengenali orang-orang yang beraqidah benar di tengah-tengah kesesatan umat. (Buya Yahya)